Saturday 4 April 2009

Korti Juga Manusia


Tanpa terasa sudah hampir genap dua tahun gelar korti aku sandang. Gelar yang dulu sangat aku banggakan, gelar yang sebetulnya luar biasa. Korti ibaratnya ketua kelas kalau di zaman SMA dulu, kalau di bangku kuliah di UNS amanya adalah korti. Dari orang-orang yang belum aku kenal sama sekali dan ternyat aku berhasil memprofokasi untuk memilihku sebagai korti di sini, padahal aku hanyalah lulusan SMA dari desa saja, dan di sini banyak sekali orang-orang dari kota. Namun aku yang sekecil ini ternyata BISA.

Namun.... aku tidak tahu sekarang kemana perginya perasaan banggaku dulu. Semangat yang dulu menggebu-gebu kini kutaktau dimana lagi perginya. Semangat yang bisa mengalahkan rasa lelah dimasa OSMARU dulu, yang bisa mengalahkan rasa lelah dikala ASIMTOT, yang telah memutuskan urat rasa capekku dulu.

Namun sekarang rasanya semua sudah berbeda. Memang semua salahku. Aku tak pernah sadar diri. Aku hanyalah manusia kecil seperti ini. Orang desa yang tak tahu apa-apa, orang yang katrok, yang...... Aku tak tahu lagi bagaimana harus mengungkapkannya, kok harus memimpin orang-orang kota yang sudah pada pinter-pinter semua.
Kalau dulu masih sedikit tertanggal perasaan pantas dalam diriku memimpin temen-temen. Karena aku merasa masih diperhatikan ketika aku menyampaikan sesuatu temen-temen bisa diam untuk mendengarkan apa yang aku bicarakanlah minimal. Namun aku tidak tahu sekarang seperti apa lagi keadaannya.

Kini rasa capek merasuki tubuhku. Semangat yang dulu kini kian sirna diterjang rasa capek. Capek karena tak didengarkan, capek karena cemoohan, capek karena pekerjaan. Yah mungkin kini baru aku sadari ternyata korti itu bukan hanya sebuah kebanggan, namun mengalir tanggung jawab yang sangat besar di belakannya. Tanggung jawab untuk kesolidan angkatan, tanggung jawab untuk memimpin temtn-temen angkatan, mengkoordinirnya dan mengarahkan temtn-temen seangkatna untuk menggapai kesuksesan.

Kini yang tersisah ahanyalah perasaan pedih. Perasaan pedih karena tak didengar, perasaan pedih ketika mendengar mulai ada perpecahan dalam angkatan, perasaan pedih karena mendengar cemoohan temen seangkatan kepada temen seangkatan yang lain, dan tak jarang cemoohan terlontar untukku. Meskipun hanya dalam canda, namun tak jarang menusuk di hati.

Dan belum lagi kini ada temn seangkatan yang rawan DO, nasibnya memang sudah benenr-bener bagai telur diujung tanduk, bahkan semester kemarin gak ada yang lulus SMSnya, dan sekarang dia harus ngebut 23 SKS dalam semester ini. Kalau ada satu saja yang tidak lulus, maka DO. Namun sampai sekarang tiada daya usaha yang bisa aku lakukan. Karena aku sendiri juga rawan DO. Dan sampai sekarang aku belum melihat kepedulia temen-temen untuk membantunya.

Yah seandainya aku bisa mengeluh, aku ingin mengeluh, sob aku capek dengan keadaanku sekarang, capek mendengar cemoohan, capek dengan limpahan tugas. Orang-orang yang seharusnya membantuku, kini justru menuntutku. Orang-orang yang seharusnya bisa aku suruh kini malah menyuruhku.

Namun, kini semua sudah berlalu, aku tak punya mesin waktu untuk kembali ke masa lalu, untuk menolak menjadi korti. yah mungkin kini semua Tinggal Cerita Korti Yang Luka

Temen-temen semua maafkanlah aku, dan mohon maaf kalau kata-katanya kurang pas.

Korti Juga Manusia Punya Rasa Punya Hati Dan Korti Juga Punya Keterbatasan Jangan Samakan Korti Dengan ROBOT

0 comments:

Post a Comment